Jalur Alternatif
Seminggu terakhir ini warga Luwu Raya khususnya merasakan dampak dari penutupan Jembatan Miring akibat dari bencana hidrometerologi berupa banjir bandang dan tanah longsor yang merusak struktur utama jembatan sehingga tak laik untuk difungsikan. Jembatan yang menjadi vital karena berada di jalur trans ekonomi lintas Sulawesi ini ditutup sementara untuk perbaikan dengan target pengerjaan 10 hari sejak 3/11/2021 namun karena cuaca yang tak mendukung sehingga target pengerjaan harus mundur lagi.
Dampaknya arus transportasi dialihkan melalui 2 jalur alternatif yang jaraknya masing-masing sekitar 7-10 km, dengan kondisi jalan yang beberapa bagian rusak dan lebar jalan dibeberapa ruas yang sempit. Kesembrawutan rekayasa lalu lintas yang berubah-ubah karena dipengaruhi oleh permintaan dan fsikologis penggunan jalan dan warga setempat menyebabkan kemacetan parah dengan jarak tempuh 3-6 jam. Kondisi setiap hari menjadi parah dengan kerusakan jalan alternatife yang dilalui, bahkan terjadi kericuhan dan tindakan kriminal karena masyarakat merasa tidak puas dengan kondisi kemacetan parah ini. (baca juga-https://kosmastoding.blogspot.com/2021/11/sempadan-sungai.html)
Tak pelah kerugian sosial dan ekonomi yang timbulkan sangat besar karena multi effect-nya telah menggangu perekonomian pulau Sulawesi secara umum. Perhatian pemerintah pun terkuras baik pemda/pemkot, pemprov, kementrian bahkan anggota DPR dapil Sulsel turun tangan karena akan berdampak menjadi bencana sosial ekonomi secara nasional bila tidak tertangani dengan cepat.
Kejadian ini membuat kita kembali dibuat berpikir pentingnya sebuah prasarana transportasi seperti jembatan yang berada pada jalur trans nasional yang apabila rusak/tak berfungsi sangat besar dampaknya. Namun akibat bencana alam (hidrometerologi) sering merusak sarana ini, dengan tertutupnya jembatan mau tak mau penguna akan mencari jalan alternatife untuk melanjutkan perjalanan. Sayangnya dibeberapa daerah kondisi jalan alternatif yang sebagian berupa jalan desa sangat tidak layak bahkan beberapa ruas yang dilalui sungai besar tidak memiliki akses jalur alternatif itu.
Mari kita identifikasi beberapa jembatan yang berdiri di sungai besar yang melalui jalan trans nasional yang berada di kawasan aglomerasi Luwu Raya, yang menurut penulis sangat rawat dan berpotensi akan menimbulkan kesembrawutan dan kemacetan seperti kejadian Jembatan Miring jika prasarana itu rusak dan tertutup untuk dilalui. Penulis memulai dari jalur selatan-utara dari Kab. Luwu ke Kab. Luwu Utara. Potensi kemacetan yang akan ditimbulkan dikategorikan berdasarkan potensi bencana banjir bandang dan longsor pada pada sungai dibawahnya, besar/panjang bentangan jembatan, pilihan jalur alternatif dan panjang dan kondisi eksiting jalur alternatif tersebut.
Kab. Luwu.
- Jembatan Temboe, panjang sekitar 50 m diatas sungai Temboe. Bila ditutup akses jalur alternatif hanya 1 jalur yaitu arah barat melalui Desa Temboe-Salusana-Gandang Batu-Batu Lappa dengan panjang jalur alternatif 13 Km. Jalur ini berupa jalan pengunungan yang sulit dan melewati sebuah jembatan kayu.
- Jembatan Sampano, panjang 50 m diatas sungai Sampano. Jalur alternatifnya ada 2 pilihan yaitu ke timur sepanjang 1,5 Kmdi Desa Daedeko melewati jembatan kayu kecil dan resiko runtuh. Jalur lain ke barat sepenjang 25 Km melalui jalur pengunungan yang sulit sepanjang Sampano-Malewong-Riwang Selatan
- Jembatan Larompong, panjang 37 m diatas sungai sedang Larompong. Kondisi jembatan ini sudah tua yang apabila rusak jalur alternatif hanya lewat Dusun Cappie sepanjang 2,5 Km namun dibatasi oleh jembatan kayu yang tua dan rawan rubuh apabila dilewati mobil dengan tonase diatas 2 ton.
- Jembatan Suli, panjang 50 m diatas sungai Suli yang menjadi langganan tiap tahun terjadi banjir bandang sehingga struktur abutmen-nya juga sudah tergerus. Posisi jembatan diagonal ini bila tertutup hanya terdapat 1 jalur altenatif yang tidak layak karena melalui jembatan gantung di Desa Salubua yang hanya dibisa dilalui motor dan jaraknya 15 Km.
- Jembatan Cimpu, panjang 50 m diatas sungai Suso yang hulunya di pengunungan Latimojong dengan frekuensi banjir bandang setiap tahun sehingga sangat beresiko rusak waluupun struktur jembatan melengkung namun potensi kerusakan pada abutmen-nya sudah terlihat. Jalur alternatifnya juga hanya 1 di Desa Padang Lambe melewati jembatan gantung yang tahun lalu sudah terputus. Panjang jalur ini sekitar 7 Km dengan kondisi jalan rusak dan berlubang.
- Jembatan Cilallang, panjang 50 m diatas sungai Pareman yang hulunya di Bastem Utara dan Toraja. Kondisi saat ini jembatan mulai rusak juga pada abutmen-nya karena tiap musim hujan terjadi luapan air banjir bandang. Jalur alternatif juga hanya 1 dengan panjang 17,5 Km kearah barat melewati Desa Kamanre-Sumabu-Padang Kamburi-Paccerakang namum kondisi jalur yang berupa jalan rusak dan perkebunan
- Jembatan Tirowali, panjang 35 m diatas muara sungai dekat pantai. Kondisi abutmennya tahun lalu rusak diperbaiki dengan pemasangan bronjong. Jalur alternatif juga hanya 1 sepanjang 15 Km kearah barat melewati Desa Parekayu dan Tannjong dengan jalan persawahan yang sempit.
- Jembatan Bua, panjang 50 m diatas sungai Bua yang juga sering terjadi banjir bandang akibat sudah rusaknya kawasan hulunya di Bastem. Jalur alternatif bila jembatan itu tertutup hanya kearah timur di Desa Pabberasang-Barowa namun karena harus melewati jembatan gantung jadi hanya motor yang bisa melalui jalur itu.
- Kita masuk wilayah walmas (Walenrang-Lamasi) ada jembatan Batustanduk dengan panjang 55 m diatas sungai besar Batustanduk yang bulan lalu juga mengalami banjir bandang. Jembatan tua ini kondisinya juga mulai rusak yang apabila tertutup jalur alternatifnya hanya 1 ke arah timur sepanjang 25 Km melalui Desa Lalong-Rantedamai-Kendekan-Pompengan Tengah-Lamasi-Bolong. Jalur ini terdapat ruas yang sempit dan rusak.
- Jembatan Bolong, panjang 47 m diatas sungai Bolong yang bulan lalu juga mengalami banjir bandang. Jalur alternatifnya juga hanya 1 ke timur sepanjang 17,7 Km melewati Lamasi-Pongsamelung-Bosso Timur-Bosso dengan kondisi jalan persawahan yang sempit.
- Jembatan Salutubu-Salulino-Saluampak, ketiga jembatan ini juga berpotensi rusak akibat sering terjadi banjir bandang dari pegunungan Siteba, Jalur alternatifnya juga hanya 1 ke arah timur dengan jalan sempit, rusak dan persawahan.
Kota Belopa yang telah berfungsi jalan lingkar barat dan telah mulai dibangun jalan lingkar timur dipesisir akan menjadi jalua alternatif yang efektif dilalui bila terjadi penutupan jalan poros nasional dan Kota Belopa.
Kota Palopo
Jalur lingkar barat dan timur yang telah berfungsi bahkan akan dibangun jalur lingkar diatas laut akan menjadi jalur alternatf transportasi bila jalur dalam kota tidak bisa digunakan akibat banjir bandang yang setiap hujan deras terjadi di Kota Palopo. Jembatan Miring yang menjadi tapal batas dengan Kab. Luwu (rencana Kab. Luwu Tengah) kita bisa lihat dan alami sendiri akibat yang ditimbulkan beberapa hari ini sejak ditutup.Kab. Luwu Utara
- Jembatan Sabbang, jembatan terpanjang di Luwu Raya ini dengan panjang 125 m diatas sungai Rongkong kondisi struktur abutmen-nya juga sudah tergerus akibat bencana banjir bandang tahun 2020 lalu. Jembatan ini paling beresiko untuk terputus totalnya akses transportasi bila terputus karena tidak tersedia jalur alternatif lain. Penanganan darurat juga akan sulit dan lama bila terjadi rusak total pada jembatan itu.
- Jembatan Radda, panjang 40 m diatas sungai Meli. Dampak banjir bandang 2020 lalu merusak struktur bawah jembatan juga lebar sungai yang bertambah 2 kali lipat. Jalur alternatif ada 2 jalur yaitu melewati Desa Salulemo (panjang 15 Km) atau lewat Lara (panjang 25 Km) tembus ke jalur Masamba-Malangke. Jalur ini telah digunakan tahun 2020 lalu dan dampaknya terjadi kemacetan yang parah.
- Jembatan Baliase, panjang 50 m diatas sungai Baliase. Struktur jembatan juga telah diperbaiki dan telah diproteksi dengan adanya Bendungan Baliase didekatnya. Apabila tertutup jalur alternatifnya hanya 1 sepanjang 18 Km kearah timur melewati desa Tarak Tallu-Mappideceng, namun jalur ini dibatasi hanya jembatan gantung jadi kendaraan roda 4 tidak bisa melewatinya.
- Jembatan Uraso, panjang 40 m. Jalur alternatif di ruas ini hanya tersedia ke arah timur sepanjang 19,5 Km melewati persawahan dan jalan lingkungan permukiman di desa Cendana Putih-Tulung Indah.
- Jembatan Sapta Marga, panjang 50 m. Jalur alternatifnya hanya kearah timur melewati Desa Tolangi-Muktisari sepanjang 12 Km dengan dibatasi hanya jembatan gantung.
- Jembatan Bone-Bone, panjang 45 m diatas sungai besar Bone-Bone. Kondisinya juga rawan terjadi kerusakan dan bila tidak laik fungsi tersedia 2 jalur alternatif yaitu kearah barat sepanjang 4.5 Km di Bantumurung dan jalur timur sepanjang 12 Km melewati desa Banyuurip-Tamuku-Sidomukti.
- Jembatan Bungadidi, panjang 40 m. Menjadi batas dengan Kab. Luwu Timur namun tidak tersedia jalur alternatif bila jembatan itu tidak dapat berfungsi.
Telah terdapatnya jalur lingkar timur dan lingkar barat di Kota Masamba yang berbentuk pola radial mengelilingi perkotaan Masamba telah berfungsi dan menjadi jalur alternatif bila jembatan Masamba tidak berfungsi. Ini telah terlihat saat terjadi bencana tahun 2020 lalu.
Dari identifikasi beberapa jembatan tersebut, menjadi sangat penting, mendesak dan urgen untuk segera dipikirkan dan dibangun jalan alternatif bila jembatan itu tidak berfungsi karena berada di jalur ekonomi trans Sulawesi yang akan mempengaruhi pergerakan orang dan barang yang mendukung pertumbuhan sosial dan ekonomi nasional. Agar apa yang saat ini terjadi di Jembatan Miring tidak terjadi.
Beberapa strategi penanganan sebagai mitigasi/pencegahan dampak bencana yang bisa dilakukan oleh pemerintah secara kolaborasi antara pemerintah daerah, pemprov dan kementrian antara lain menyediakan minimal 2 jalur alternatif dimana jalan itu akan menjadi jalan desa atau kabupaten, mengganti jembatan gantung menjadi jembatan permanen yang bisa dilewati oleh mobil dengan tonase besar, pemda segera merevisi struktur ruang (sistem jaringan transportasi) dalam RTRW dengan memprioritaskan pembangunan dan perbaikan secara berkali di jalan alternatif itu juga pelibatan masyarakat sekitar jalur itu bila terjadi pengalihan jalur dengan menyediakan kebutuhan pokok.
Penyediaan jalur alternatif dan jalan lingkar dalam kota juga dapat berfungsi sebagai jalur pariwisata pada daerah pegunungan dan pesisir pantai yang banyak dilalui di Luwu Raya. Jalur yang juga menjadi jalan desa dan permukiman juga nantinya akan meningkatkan ekonomi masyarakat sepanjang jalan itu.
Biarlah peristiwa kesembrawutan dan kemacetan yang terjadi dampak rusaknya Jembatan Miring ini menjadi pelajaran berharga agar tidak terjadi di lokasi lain. Analogi ‘keledai sebagai binatang yang bodoh’ namun dia tidak pernah jatuh pada lubang yang sama dapat menjadi pembuka mata dan hati kita agar tidak mengulang kesalahan dan perencanaan pembangunan yang salah.
Belopa, 10/11/2021
KT.
Kabid RR BPBD Kab. Luwu
Mdh2an tulisan ini dibaca oleh Menteri PUPR.
BalasHapusInformasi ini sangat bermanfaat bagi Masyarakat pengguna jalan raya di Kabupaten Luwu Raya.
BalasHapus