'Emas' Luwu (bag. 1)

 


Belakangan 3 bulan terakhir ini di kota Belopa terlihat banyak lalu lawang mobil-mobil operasional perusahaan tambang jenis double cabin 4x4, terlihat pula penginapan dan hotel kelas melati di Belopa yang terlihat ramai walaupun kita tau tingkat okupasi hunian hotel pada masa pandemi ini sangat rendah. Ternyata itu disebabkan oleh mulai geliatnya operasional tambang emas yang dikenal dengan nama Blok Awak Mas di Desa Rante Balla Kec. Latimojong yang izinnya dimiliki oleh PT. Masmindo Dwi Area. 


Secara histori, keberadaan emas di wilayah pengunungan Latimojong ini konon telah jadi cerita sejak puluhan tahun lalu (50 tahun lalu), pun cerita rakyat tentang emas itu kadang menjadi mitos yang kadang diceritakan diluar nalar ilmiah –seperti cerita, tahun 80-an saat kecil dulu kami sering mandi-mandi disekitar sungai Bajo, ada cerita bahwa terdapat bongkaran emas sebesar kerbau dibawah sungai Bajo itu- masyarakat umum tak secara penuh mempercayai adanya batuan mineral berharga tersebut. Baru sekitar 20 tahun terakhir, sebuah perusahaan multi nasional yaitu PT. Masmindo Dwi Area  pertama kali mendapatkan kontrak karya pada 19 Februari 1998, seluas 119.700 hektar, lalu berkurang jadi 89.650 hektar 27 Juli 2000. Wilayah ini mencakup Kabupaten Luwu, Wajo, Sidenreng Rappang (Sidrap), dan Enrekang. Pada 10 Maret 2009, dilakukan lagi penciutan area kontrak karya tahap kedua jadi 14.390 hektar dan hanya berada di Luwu.

Namun kegiatan perusahaan sejak lama itu hanya sebatas tahap eksplorasi dengan kegiatan pengujian sampel dengan metode pengeboran di beberapa titik. Seolah tertutup dan berjalan sendiri kegiatan produksi (eksploitasi) tak kunjung terjadi. Hal tersebut membuat masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Luwu menjadi geram dan tak sabar menunggu dampak positif adanyan tambang emas diwilayahnya seiiring dengan cerita menjanjikan dari daerah-daerah penghasil emas, seperti di tambang Gresberg (Timika), tambang Tumpang Pintu (Banyuwangi), tambang emas Batu Hijau (Sumbawa Barat, NTT) dan tambang laiinya di tanah air.

Bahkan Pemda Luwu tahun 2019 lalu sampai memberikan ‘ultimatum’ kepada perusahaan tersebut, apabila tidak segera terbuka dan mulai tahap eksploitasi, maka pemda sesuai kewenangannya akan merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk segera menghetikan izin dan operasional tambang emas tersebut. Ultimatum itu akhirnya dijawab dengan mulai terbukanya informasi dari perusahaan yang selalu seolah menutup diri, Bahwa pada tahun 2017 dokumen amdal telah disetujui seluas 14.390 hektar, pada tahun 2018 kontrak karya blok Awak Mas ini yang telah berubah sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku sampai 2050, hal ini menandakan bahwa tahap eksplorasi yang sudah puluhan tahun akan berakhir dan tahap ekploitasi (produksi) akan dimulai yang awali dengan kegiatan optimasi dan konstruksi pembangunan proyek.

Bahkan PT Masmindo Dwi Area yang merupakan anak usaha dari Nusantara Resources Ltd yang tercatat di Australian Stock Exchange (ASX) pada tahun 2020 ini mendapat sokongan dana dengan bermitra dengan salah satu perusahaan tambang besar di Indonesia yaitu PT Indika Energy Tbk (INDY) melalui anak usahanya PT Indika Mineral Investindo (IMI) melakukan penyertaan modal saham sebesar US$ 40 juta (sekitar 580 M). Berita ini seolah memberikan angin segar kepada masyarakat Luwu yang selama ini di-PHP dengan mimpi akan tambang emas Latimojong tersebut yang berdasarkan hasil uji kelayakan menunjukkan operasi penambangan terbuka di Awak Mas mampu menghasilkan sekitar 100.000 ounce emas per tahun. memiliki perkiraan cadangan ore sebesar 1,1 juta ounce dan sumber daya sebesar 2 juta ounce dengan perkiraan total biaya proyek ini mencapai sekitar US$ 200 juta (sekitar 2,9 T)
Potensi kandungan emas tersebut tentunya akan memberikan dampat positif bagi perekonomian Kabupaten Luwu khususnya dan Sulsel secara regional namum dampak negatite tentunya akan tatap ada baik terhadap social budaya, ekonomi dan lingkungan. Secara sosial budaya, aktifitas tambang akan membuka lapangan kerja besar dengan banyak orang dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda akan berdatangan disekitar lokasi tambang. Sisi perekonomian akan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat secara langsung dan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Luwu akan bertambah dengan penambahan pajak dari dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
Sesuai UU 4/2009 tentang Minerba, komposisi pembagian dana bagi hasil dari royalty perusahaan dimana 1% untuk pusat, 2,5% kabupaten/kota penghasil dan 2,5% kab/kota sekitarnya. Hal itu akan berdampak positif pada struktur PAD daerah, sebagai contoh pembanding tambang emas PT. Newmont di Kab. Sumbawa Barat, NTB memberikan kontribusi DBH ke pemda Sumbawa Barat pada 2020 sebesar 178 M, pun tambang nikel PT. Vale di Luwu Timur memberikan kontribusi DBH tahun 2020 sebesar 200 M. APBD Luwu 2020 sebesar 1,4 T dengan berjalannya operasional tambang emas ini diperkirakan akan memberikan kontribusi penambahan DBH ke Kabupaten Luwu sebesar 170 M setiap tahunnya sehingga APBD Luwu akan menjadi 1,6 T yang setiap tahun akan bertambah. Dana ini tentunya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Luwu dan efek dominonya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan terbukanya sektor-sektor ekonomi dan bisnis seperti penginapan/hotel, kuliner dan ekonomi masyarakat seperti UMKM.
Terbukanya lapangan kerja baru dengan hadirnya tambang ini diharapkan proporsi penggunaan tenaga kerja lokal lebih besar dan diutamakan sebagai kontrol agar tidak terjadi konflik sosial masyarakat kedepan, SDM Luwu tentunya sangat banyak tersedia, sehingga tenaga kerja dari daerah luar atau bahkan tenaga kerja asing (TKA) tak harus banyak yang digunakan. Fenomena selama ini bagi pemuda Luwu yang lebih berorientasi pada pekerjaan pelayaran (pelaut) keluar negeri mungkin harus segera dikurangi dan lebih mengembangkan profesi ke bidang pertambangan, pun telah banyak terbuka jurusan pertambangan di kampus-kampus di Makassar dan sekitarnya.
Namun aktifitas pertambangan sering menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi ekosistem lingkungan hidup bila tidak dikelola secara profesional, pun bila telah memiliki amdal namun kadang isi dokumen lingkungan tersebut sering tidak sesuai dengan faktual yang terjadi di lapangan. Lokasi (site) tambang yang berlokasi di kawasan pengunungan Latimojong yang menjadi kawasan tangkapan air (catchmen area) hulu sungai-sungai besar yang menjadi sumber mata air baik untuk air bersih/minum maupun irigasi. Sumber air minum PDAM Luwu bahkan berasal dari ailiran Sungai Bajo ini yang hulunya salah satunya di kawasan area tambang Blok Awan Mas di Desa Rante Balla tersebut.
base camp PT. Masmindo Dwi Area
Wilayah konsesi Blok Awak Mas yang seluas hampir 20 ribu Ha  berada pada ketinggian 929 mdpl ini juga sangat dekat dengan kawasan lindung (HL), base camp perusahaan yang ada saat ini hanya berjarak terdekat 1 km dengan kawasan lindung. Hal ini menuntut perusahaan agar menjaga kawasan lindung tersebut dan pemerintah juga harus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap aktifitas tambang yang kedepan pasti akan menuntut perluasan wilayah tambang. Kerusakan ekosistem lingkungan dikawasan pegunungan Latimojong yang menjadi area hulu sungai akan menimbulkan bencana besar, masih melekat di pikiran kita apa yang baru-baru terjadi bencana alam banjir bandang di Masamba, Luwu Utara (baca juga : Lumpur Masamba)
Dalam penjelasan kepada publik, dikemukan bahwa metode tambang yang akan dilakukan dengan metode tambang terbuka (open pit) dengan membuat lobang raksasa untuk mengambil dan mengangkut material batuan, penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida sering digunakan untuk proses pemurnian emas akan mengkasilkan limbah (tailing) yang rencana akan menjadikan Lembah Kade Api yang kita ketahui lembah tersebut sangat dekat dengan permukiman warga di Desa Rante Balla (hanya berjarak sekitar 5 km). Limbah buangan yang tidak diolah dengan baik dahulu di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) akan mencemari sumber mata air warga dan mencemari air sungai yang menjadi hulu sungai Bajo. Kita ketahui sungai ini mengalir sepanjang permukiman warga mulai dari Kec. Latimojong, Bajo Barat, Bajo, Belopa dengan muara di Cimpu Utara (Suli). Bisa dibayangkan dampak bencana pencemaran air yang akan diakibatkan dengan penggunaan bahan kimia merkuri dan sianida ini apabila tidak dikelola dengan baik dan melewati ambang batas penggunaan. Efek kesehatan yang ditimbulkan berupa penyakit kulit bahkan sampai kematian.
site open pit tambang emas di Sumbawa Barat, NTT
Pihak perusahaan tambang harusnya segera melakukan audensi ke Pemda Luwu selaku pemerintah yang memiliki wilayah otonomi lokasi tambang tersebut, selama ini Pemda Luwu tidak mendapatkan informasi terkait tahapan rencana operasi tambang, kandungan potensi, mekanisme proses pertambangan dan rencana penggunaan fasilitas infrastruktur milik daerah yang pasti akan digunakan oleh pihak perusahaan.
Keberadaan pertambangan emas di Luwu ini menjadi potensi SDA baru yang menjadi pelengkap potensi yang telah ada di kabupaten ini seperti pertanian, perikanan/kelautan, perkebunan dan perdagangan. Semoga kita dapat mengambil mamfaat yang positif dari potensi SDA tersebut.

KT-asn pemda Luwu

*Belopa, 28/10/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Moderat

Potensi Luwu