Hari ke-2 : ma'parokko alang

Prosesi hari ini (9-12-2022) disebut ma'parokko alang bisa diartikan diturunkan ke alang/lumbung padi. Jenasah Alm. Nek Kombongdatu yang telah meninggal sejak 2 tahun lalu telah dibungkus dengan kain dengan panjang puluhan meter yang digulung berbentuk selinder seperti peti jenasah, kegiatan pembungkusan jenasah itu dikenal dengan prosesi ma'balun. 

Posisi jenazah dari yang sebelumnya berorientasi arah timur -barat dengan kaki menghadap ke arah barat, dirotasi menurut sumbu utara-selatan dengan kaki di sebelah utara. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Toraja mengenai arah mata angin, bahwa:

- Arah timur merupakan tempat bermukim para Deata. Kepala jenazah dihadapkan ke arah timur sebagai tanda ‘perpisahan’ atau telah lepas dari kontrol para Deata yang telah menganugerahi hidupnya selama masih di dunia.

-Arah barat merupakan tempat bermukim To Membali Puang.Kaki jenazah yang sebelum diupacarakan dihadapkan ke arah barat menandakan bahwa jiwanya sedang menuju ke alam yang sama dengan alam yang didiami para pendahulunya.

- Arah utara merupakan tempat bermukim Puang Matua. Sesaat sebelum dimulainya upacara, kaki jenazah dihadapkan ke arah utara. Hal  tersebut menandakan bahwa ia akan segera kembali pada Penciptanya yaitu Puang Matua.

- Arah selatan dipercaya sebagai tempat persinggahan sumange’ sebelum menjadi Tomembali Puang melalui upacara kematian. Kepala jenazah yang akan segera diupacarakan dihadapkan ke arah selatan bermakna bahwa ia akan tidak lagi berhubungan dengan segala bentuk kehidupan duniawi.

Dalam prosesi ma'parokko alang ini jenasah diturunkan dari rumah/tongkonan ke bawah alang untuk disemayamkan selama 3 hari sampai dilakukan prosesi ma'pasonglo. Dalam kepercayaan Toraja selama jenasah masih diatas rumah/tongkonan tersebut masih dianggap sebagai orang yang sakit (to'masaki) pun setiap hari masih diberikan makanan, minuman ataupun rokok. Barulah setelah diturunkan ke alang sudah dianggap telah meninggal dunia.

Maka setelah dianggap meninggal mulailah kegiatan ma'badong yang dilakukan puluhan orang keluarga membentuk barisan lingkaran besar. Badong atau doa dilantungkan seperti nyanyian sakral yang berisi doa-doa memohon agar orang yang meninggal ini dapat diterima oleh Tuhan. Dahulu dalam kepercayaan aluk to dolo, ma'badong diterjemahkan sebagai prosesi memanggil arwah-arwah para leluhur agar datang untuk menjemput keluarganya yang baru meninggal. Ritual sakral itu bahkan biasa ada peserta yang kerasukan oleh arwah leluhur yang 'datang' itu. Namun dengan kepercayaan agama saat ini ritual ma'badong ini telah diidentikan dengan ibadah memohon doa kepada Pong Matua (Tuhan Yang Maha Esa) dan para leluhur agar orang yang meninggal itu dapat dipermudah dan dilapangkan jalannya menuju Puya (Surga).

Prosesi ma'parokko alang ini dilakukan pada saat matahari mulai bergerak turun sesuai dengan makna rambu solo itu sendiri (sinar yang mulai redup). Ibadah dilakukan terlebih dahulu sebelum jenasah diturunkan dan saat malam mulailah dilakukan ma'badong selama jenasah didiamkan dialang tersebut sebelum diarak menuju rante, tempat acara utama rambu solo pada prosesi ma'pasonglo yang direncanakan pada hari Senin (12-12-2022). Selama dialang ini keluarga harus berganti-gantian (24 jam) menjaga jenasah mirip prosesi jaga jenasah (Vigil of the Princes) saat Ratu Elisabet meninggal di Kerajaan Inggris.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Moderat

'Emas' Luwu (bag. 1)

Potensi Luwu