Boros di Jalan
Beberapa pekan terakhir ini kembali marak demontrasi penolakan atas kenaikan BBM yang diumumkan secara resmi pemerintah pada 3 September 2022 berlaku sejak pukul 14.30 WIB yang seolah diluar kebiasaan timing pengumumannya. Alasan kenaikan itu menurut pemerintah akibat harga minyak dunia yang secara konstan tetap pada kisaran 100 dollar per barel, yang pemicunya salah satunya perang Rusia-Ukraina yang berjalan lama dan mungkin berkesinambungan. Akibatnya alokasi subsidi BBM dalam APBN tahun 2022 ini naik 3,5 kali lipat dari tahun 2021 menjadi 502 triliun dimana tahun 2021 lalu ‘hanya’ 183 trilun. Bahkan proyeksi pemerintah jika tidak ada kenaikan BBM ini sampai akhir tahun 2022 subsidi bisa mencapai lebih dari 640 trilun, belum lagi subsidi terhadap LPG dan tarif listrik.
Nilai 18,5% subsidi BBM terhadap APBN tahun 2022 (sebesar 2.714 triliun) itu sangatlah besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Besarnya subsidi itu diproyeksi akan menyebakan defisit hingga Rp 868 triliun atau 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang idealnya dan sesuai aturan maksimal hanya 3% dari nilai APBN. Hal ini membuat pemerintah tidak memiliki opsi lain selain menaikkan harga BBM dengan menggantinya dengan subsudi yang tepat sasaran berupa bantuan langsung tunai (BLT). Selama ini subsidi BBM juga dinilai tidak tepat sasaran yang lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu dan ekonomi menengah keatas. Jika dianalogikan nilai subsidi 502,4 triliun bisa digunakan untuk membangun 3.333 rumah sakit, 227.886 sekolah dasar, 3.501 ruas tol baru, 41.666 puskesmas.
Namun sebenarnya nilai-nilai ekonomi itu lebih dipicu oleh perilaku kita masyarakat Indonesia sendiri dalam kegiatan aktifitas sehari-hari kita yang lebih banyak melakukan perjalanan dijalan yang tidak efektif dan sia-sia. Sering kali setiap hari kita pergi ke suatu tempat tanpa tujuan atau tidak menghasilkan hal yang efektif/positif atau cara kita merencanakan perjalanan keluar rumah setiap hari yang salah dan sangat boros. Contohnya kita akan belanja kebutuhan harian atau bulanan yang sebenarnya bisa dilakukan secara minimal atau sekali perjalanan untuk beberapa tujuan aktifitas. Saat ini pola belanja kebutuhan masyarakat dilakukan secara belanja harian bukan lagi bulanan bahkan dalam sehari mereka melakukan penjalanan belanja bisa beberapa kali ke pasar atau toko. Contoh lainnya banyaknya kita yang berputar-putar dijalanan yang tanpa tujuan jelas dengan alasan jalan-jalan. Hal ini yang secara tidak sadar kita lakukan membuat biaya pembelian BBM kita menjadi sangat besar karena perjalanaan sia-sia tersebut.
Secara umum besaran
subsidi BBM dipicu oleh jumlah kendaraan yang saat ini beroperasi di negara
kita, data BPS tahun 2022 ini jumlah kendaraan sebanyak 149 juta unit dimana motor
sebanyak 119 juta dan mobil 23,2 juta, kita bisa bandingkan lurus dengan jumlah
penduduk tahun 2022 sebanyak 273,5 juta jiwa ini menggambarkan bahwa lebih dari setengah
penduduk Indonesia telah memiliki kendaraan bermotor (55%). Borosnya konsumsi
BBM itu juga dipicu oleh masih rendahnya pengguna kendaraan umum di Indonesia yang
lebih besar menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan perjalanan. Data
tahun 2019 menunjukkan pengguna kendaraan umum hanya 11,81% yang sangat kecil
dibanding pengguna kendaraan pribadi sebesar 83,76%.
Besarnya penggunaan kendaran pribadi itu menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat menjadi sangat besar, coba kita hitung secara pribadi berapa biaya yang kita keluarkan selama sebulan untuk biaya transportasi (membeli BBM, ongkos naik kendaraan umum, dan biaya service kendaraan) yang mungkin sudah lebih dari setengah dari pendapatan atau gaji bulan kita. Bank Dunia menilai biaya transportasi dinilai efektif jika tidak lebih dari 10% dari pendapatan bulan kita untuk menghindari tingginya angka kemiskinan. Data tahun 2022 di Indonesia (dengan sampel di kota Jakarta, Semarang, Bandung, Jogja, Surabaya dan Makassar) menunjukkan rata-rata biaya transportasi yang dikeluarkan pengguna motor sebesar 37% dari pendapatan bulanan bahkan pengguna mobil mengeluarkan biaya lebih besar dari gaji sebulannya (112%). Ini yang menyebabkan kita selalu merasa gaji kita tidak pernah cukup. Hehe...
sumber: Litbang Kompas, 2022
Walaupun sudah lebih dari 1 dekade pemerintah mulai serius dan fokus menyediakan dan memperbaiki moda transportasi umum massal seperti metro mini, bus rapid, kereta api regional & komuter, mass rapid transit (MRT), LRT, dan kemunculan kendaraan berbasis online beberapa tahun ini belum mampu meningkatkan animo masyarakat untuk pindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Perbaikan prasarana pendukung moda transportasi yang semakin giat dibangun dan direvitalisasi seperti terminal, stasiun, bandara dan pelabuhan menjadi strategis untuk meningkatkan animo masyarakat terhadap transportasi umum tersebut. Dampaknya juga akan mengurangi kemacetan dijalan, polusi udara dan pembangunan kota yang lebih tertata.
Solusi lainnya yang lebih adaftif lagi saat ini dengan merubah penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil menjadi kendaraan berbasis listrik (electic vehicle) yang secara global sudah dikembangkan secara masif dibeberapa negara maju dan berkembang. Pada Kamis kemarin (15/9/2022) Presiden Jokowi telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7/2022 tentan penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas instansi pemerintah pusat dan daerah. Ini sebagai keseriusan pemerintah untuk mengajak masyarakat mulai menggunakan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan dan tidak bergantung lagi dengan BBM yang semakin mahal dan akan berkurang persediaanya di bumi.
Secara ekonomi, biaya operasional kendaraan listrik sangat jauh lebih murah dengan kendaraan BBM sebagai contoh untuk biaya jarak tempuh 10-12 km jika mengunakan mobil BBM membutuhkan 1 liter sedangkan mobil listrik membutuhkan 1,3 kWh. Harga 1 liter Pertalite Rp. 10.000 sedangkan harga untuk 1,3 kWh listrik hanya Rp. 1.800. Bahkan, jika pengisian daya (charging) dilakukan di rumah pada pukul 10.00 malam sampai pagi akan mendapatkan diskon 30%, sehingga harga listrik hanya sekitar Rp 1.000 per kWh. Belum lagi keunggulan lain kendaraan listrik yaitu sekali charger bisa digunakan berkendara sejauh 380 km, suara bising mesin kurang dan murah biaya perawatan.
Dalam pembangunan IKN Nusantara juga nantinya sistem transportasinya modern, dan ramah lingkungan dengan 80% kendaraan massal dengan penggunaan moda electric (EV)
Belopa-19/9/2022
Kosmas Toding
pengamat & peneliti transportasi
Komentar
Posting Komentar