Provinsi Luwu Raya atau Tana Luwu atau Luwu-Enrekang ?
disclaimer : tulisan ini merupakan analisa dengan uji asumsi pribadi dengan basis data sekunder dengan melakukan prediksi, dibuat sebagai masukan dan saran bagi perjuangan pembentukan provinsi Luwu Raya
Pada Rabu 6/4/2022 Badan legistif
DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) pemekaran provinsi baru di
tanah Papua yaitu Provinsi Papua Selatan (Anim Han),
Provinsi Papua Tengah (Meepago), dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah (Lapago),
ketiganya menggukanan nama adat sebagai penamaan nama provinsi baru. Walupun
terdapat penolakan dari masyarakat yang mengatasnamakan Majelis Rakyat Papua
(MRP) karena dinilai pemekaranan daerah otonomi baru ini cenderung “top down” atas kemauaan sebagian elit
politik pusat bukan atas kemauan dari bawah rakyat Papua sendiri (button up), namun secara ketatanegaraan RUU
ini tinggal selangkah lagi akan disahkan menjadi UU juga apabila kebijakan
moratorium pembentukan daerah otonomi baru telah dicabut. Yang kemingkinan
besar moratorium itu akan segera ditinjau ulang oleh pemerintah menjelang
pemilu 2024 nanti.
Belajar dari sukses dan lancarnya pemekaran provinsi baru di Papua itu, ada baiknya kita sebagai masyarakat Luwu boleh kembali bersemangat untuk menyuarahkan kembali aspirasi pembentukan provinsi baru di Sulawesi Selatan yang sudah puluhan tahun diperjuangkan dengan berbagai lika-liku perjuangan dengan banyak pengorbanan tenaga, materil bahkan sampai ada korban nyawa yang sayang harus terjadi. Strategi menuju pembentukan provinsi baru yang dinamakan Provinsi Luwu Raya itu direncanakan diawali dengan pemekaraan Kab. Luwu wilayah Walenrang-Lamasi menjadi Kab. Luwu Tengah untuk memenuhi syarat teknis sesuai PP 78/2007 tentang tata cara penggabungan daerah –walaupun PP sebelumnya (PP 129/2000) hanya menyaratkan minimal 3 Kab/Kota-. Namun dengan adanya kebijakan moratorium pemekaraan dari pemerintah pusat perjuangan itu menjadi terhenti.
Sangat menarik Plan B yang akan direncanakan dengan melihat peluang bergabungnya Kab. Tana Toraja dan Toraja Utara apabila pembentukan Luwu Tengah tidak dapat terjadi. Atau akan ada Plan C dengan mengundang Kab. Enrekang ikut bergabung apabila 2 kabupaten di Toraja ikut tidak jadi atau enggan bergabung. Pada tahun 1999 awalnya telah ada komite yang dibentuk dimana Kab. Tana Toraja direncanakan tergabung dengan Luwu Raya untuk menjadi provinsi tersebut, namun sejak bulan Februari 2001, diputuskan bahwa daerah Toraja itu tidak akan termasuk. Menurut komite tersebut, Luwu Raya hanya akan meliputi daerah bekas kewedanaan yang tidak pernah termasuk wilayah Toraja. Keputusan untuk menolak partisipasi Tana Toraja ini dipengaruhi kelompok Kerukunan Keluarga Luwu. Penolakannya dan alasan ini dipertanyakan pihak Toraja, dan juga sebagian masyarakat Luwu, yang menunjukkan kaitan historis antara kedua daerah itu. Apalagi, banyak orang Toraja berdiam dan bekerja di daerah Luwu. Akan tetapi, harus diakui hubungan antara kedua daerah tersebut sering ambivalen dan berbau pertentangan etnis, agama, dan kebudayaan.
Secara histori, sejarah Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia Belanda, sebelumnya Luwu telah dibuat menjadi suatu kerajaan yang mewilayahi Tana Toraja (Makale, Rantepao) Sulawesi Selatan, Kolaka (Sulawesi Tenggara) dan Poso (Sulawesi Tengah). Ini dikenal pula dengan nama Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan Sawerigading. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda di tanah Luwu terjadi duelisme pemerintahan karena berbagi dengan kedatuan Luwu sehingga saat itu Belanda membentul Afdeling (setingkat kabupaten atau karisidenan di Jawa). Afdeling Luwu dibagi dibuat menjadi 5 (lima) Onder Afdeling, yaitu Onder Afdeling Palopo dengan ibukotanya Palopo, Onder Afdeling Makale dengan ibukotanya Makale. Onder Afdeling Masamba dengan ibukotanya Masamba. Onder Afdeling Malili dengan ibukotanya Malili. Onder Afdeling Mekongga dengan ibukotanya Kolaka.
Namum pada masa pendudukan Jepang sistem afdeling itu dihapus, kemudian setelah masa kemerdekaan pada tahun 1950 Andi Jemma dikukuhkan kembali posisinya sebagai Datu/Pajung Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi 5 onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale, Rantepao dan Kolaka. Jadi secara histori wilayah adminstrasi dan masyarakat Luwu dan Tana Toraja memiliki ikatan yang sangat luas dan erat.
Kembali ke perjuangan pembentukan provinsi baru, saya mencoba untuk menganalisa dengan asumsi terhadap 3 alternatif (plan) dengan tetap berdasarkan kategori persyaratan teknis pembetukan provinsi baru sesuai PP 78/2007. Ada 10 syarat teknis yang harus dipenuhi yaitu kemampuan ekonomi, potensi, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, hamkam, tingkat kesejateraan, kemampuan keuangan dan rentang kendali pemerintahan. Persyaratan teknis tersebut untuk pembentukan Kab. Luwu Tengah sebenarnya sudah terpenuhi namun adanya faktor non teknis termasuk moratorium itu yang jadi kendala.
Persyaratan kemampuan ekonomi, potensi, kemapuan keuangan dan tingkat kesejatreraan dapat dinilai dengan pendekatan ekonomi makro dengan melihat indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB perkapita penduduknya. Disamping itu saya juga akan melihat indikator spasial (kewilayahaan) untuk melihat potensi luas wilayah 3 opsi provinsi baru tersebut.
Opsi 1 yaitu Provinsi Luwu Raya (Luwu, Lutra, Lutim, Palopo dan Luwu Tengah), opsi ini mengharuskan segera dulu terbentuk Kab. Luwu Tengah. Melihat data BPS Sulsel 2022, PDRB untuk wilayah ini tahun 2021 lalu sebesar 64,577 triliun (terbesar Luwu = 17,83 T dan terkecil Palopo 8,72 T) dengan PDRB perkapita untuk total wilayah itu sebesar 217,9 juta/jiwa (terbesar Luwu = 48,5 jt dan terkecil Lutra = 44,3 jt). Namum wilayah walmas (Luwu Tengah) menyumbang 35% dari PDRB Luwu. Potensi ekonomi makronya dapat dihitung dengan metode statistik regresi linier sederhana untuk melihat besaran potensi PDRB wilayah baru ini setelah 10 tahun menjadi provinsi baru diprediksi bisa mencapai 135,59 T dengan jumlah penduduk saat itu sekitar 1,3jt jiwa maka PDRB perkapita mencapai 99,9 juta/jiwa (artinya setiap orang memiliki pendapatan rata-rata 99,9 juta rupiah pertahun). Secara spasial luas wilayah yang akan terbentuk 18,004 Km2.
Opsi 2 yaitu provinsi Tana Luwu (Luwu, Lutra, Lutim, Palopo, Tana Toraja dan Torut), opsi ini mengabungkan 6 wilayah administrasi. Melihat data BPS Sulsel 2022, PDRB untuk wilayah ini tahun 2021 lalu sebesar 83.008 triliun (terbesar Luwu = 17,83 T dan terkecil Tanah Toraja = 8,08 T) dengan PDRB perkapita untuk total wilayah itu sebesar 285,4 juta/jiwa (terbesar Luwu = 48,5 jt dan terkecil Tana Toraja = 28,3 jt). Potensi setelah 10 tahun terbentuk PDRB sebesar 174,29 T dengan penduduk sebanyak 1,8jt jiwa maka PDRB perkapita mencapai 94,1 juta/jiwa. Luas wilayahnya 21,250 km2, ini mengambil 50% dari wilayah Sulsel.
Namun jika plan B tidak terwujud karena masih adanya berbau pertentangan etnis, agama, dan kebudayaan maka opsi terakhir yaitu Provinsi Luwu-Enrekang (Luwu, Lutra, Lutim, Palopo dan Enrekang), secara kedekatan wilayah dan social budaya Luwu dan Enrekang masih sangat erat dan berdekatan terutama karena sama berada dalam barisan pengunungan Latimojong. Melihat data BPS Sulsel 2022, PDRB untuk wilayah ini tahun 2021 lalu sebesar 72,78 triliun (terbesar Luwu = 17,83 T dan terkecil Enrekang = 8,2 T) dengan PDRB perkapita untuk total wilayah itu sebesar 254,03 juta/jiwa (terbesar Luwu = 48,5 jt dan terkecil Enrekang = 36,059 jt). Diperkirakan setelah 10 tahun PDRB sebesar 152,81 T dengan penduduk sebanyak 1,5jt jiwa maka potensi PDRB perkapitanya 97,7 juta/jiwa. Plan C ini luas wilayah yang akan terbentuk untuk opsi ini seluas 19.829 km2. Perletakan ibukota untuk ketiga opsi itu, Palopo menjadi pilihan yang paling layak karena telah ditunjang oleh tersedianya infrastruktur pendukung yang lengkap dengan wilayah kecamatan Bua dan Walenrang sebagai wilayah penyangga (hinterland) perkotaan Palopo nantinya.
Melihat postur APBD yang diterima pada tahun 2022, untuk gabungan kabupaten Luwu Raya sebesar 5,170 T, opsi Luwu Raya ditambah dengan Toraja sebesar 7,386 T sedangkan opsi Luwu Raya ditambah Enrekang sebesar 6,144 T. Apabila terbentuk menjadi provinsi potensi penerimaan bisa bertambah karena mendapatkan alokasi dana tambahan seperti dana bagi hasil (DBH), dana alokasi khusus (DAK) selain tentunya akan adanya APBD provinsi baru itu. Melihat potensi pendapatan daerah di Luwu Raya kedepan dengan adanya tambang nikel, emas dan smelter tentu dana bagi hasil tambang tidak lagi dibagi dengan provinsi induk (Sulsel) sehingga akan menambah dana bagi hasil bagi kab/kota di Luwu Raya. Dengan bergabungnya 2 kabupaten di wilayah Toraja dengan pendapatan dari sektor pariwisata alam dan budaya yang akan sangat besar tentunya juga akan meningkatkan laju ekonomi dan pembangunan di provinsi baru itu nantinya.
Untuk melihat kemungkinan dan keunggulan dari 3 opsi tersebut dapat dilakukan dengan analisas SWOT (Strength-kekuatan, Weakness-kelemahan, Opportunities-peluang, Threats-tantangan) dengan mempertimbangkan data-data kemampuan ekonomi makro, spasial dan persyaratan teknis lainnya. Melihat dan belajar dari lika-liku perjuangan pembentukan Kab. Luwu Tengah dengan berbagai tantangannya, penulis melihat opsi 2 akan berpeluang lebih besar daripada opsi 1 jika faktor persatuan elit-elit politik dan birokrasi di Luwu Raya tidak segera tercapai. Stategis penyatuan Luwu Raya dan Toraja akan memberikan dampak sangat besar bagi kemajuan daerah karena telah dimilikinya infrastruktur pendukung yang lengkap (bandara, pelabuhan, konektifitas jalan, pertambangan nikel & emas, pabrik pengolahaan CPO dan kawasan industri) dan dukungan kawasan pariwista alam dan budaya di Toraja serta potensi pertanian, perikanan dan perkebunan di Luwu Raya. Ini berpeluang akan menjadi daerah penopang ekonomi terbesar di Indonesia Timur apalagi dengan kedekatan nantinya dengan Ibukota Negara Nusantara. (baca juga-Dekat-Dekat Ibukota)
Opsi ketiga akan menjadi ‘ban cadangan’ bagi Komite Pembentukan Provinsi Tana Luwu ini nantinya jika opsi 1 dan 2 sulit untuk segera tercapai. Dengan melakukan lobby dengan tokoh masyarakat dan birokrasi di Enrekang dimana secara jalur perdagangan ekonomi Luwu dan Enrekang saling membutuhkan dan menguntungkan (simbiosis mutualisme) disamping kedekatan kultur budaya masyarakat pengunungan Latimojong. Saya melihat kepentingan besar dari pihak Enrekang bila diajak bergabung untuk tujuan meningkatkan kemampuan ekonomi dan kesejatraan masyarakatnya.
Pakar politik Andi Mallarangeng menilai negara Indonesia masih bisa bertahan meskipun dibagi menjadi sampai 50 provinsi, juga pakar otonomi daerah Prof. Ryaas Rasyid mengatakan bahwa perlu ada pemekaran wilayah karena jumlah provinsi di Indonesia sampai saat ini tidak menguntungkan rakyat di banyak lokasi. Pendapat pakar ini tentunya akan memompa semangat perjuangan pembentukan dan pemekaraan wilayah di Tanah Luwu yang saat ini diemban oleh komite yang telah ditunjuk langsung oleh Datu Luwu. Namun komite ini harus bekerja cepat dan tepat dengan mengedepankan kepentingan bersama masyarakat bukan kepentingan pribadi/golongan sebelum didahului oleh komite-komite pemekaraan didaerah lain di Indonesia yang saat ini juga sedang berjuang.
Atau adakah plan-plan lainnya (sampai plan Z) ?
Mari kita buat polling sederhana untuk melihat respon dari publik. Silahkan berpartisipasi melalui link berikut :
Belopa 12/4/2022
Kosmas Toding
Kabid Rehabilitasi & Rekontruksi BPBD Kab. Luwu
Komentar
Posting Komentar