Tanah 'jenuh'
Seolah secara periodik, tak berselang seminggu sejak
banjir bandang pada DAS Makawa (Walenrang Utara) kali ini kejadian
serupa terjadi pada DAS Sungai Lamasi yang mengaliri 5 kecamatan di
wilayah walmas Kabupaten Luwu.
Kejadian banjir bandang dibarengi
oleh longsor dibeberapa titik di kawasan hulunya dipicu oleh intensitas
hujan yang tinggi, data BMKG mencatat bahwa saat kejadian (3 -10-2021)
curah hujan di wilayah pengunungan Kec. Walenrang Barat sekitar 100 mm/hari yang sudah masuk kategori tinggi/ekstrim. Curah hujan tinggi ini terjadi pada
kawasan yang sangat luas (mencakup 5 desa).
Hipotesis awal
bencana hidrologi ini terjadi karena curah hujan yang tinggi tersebut
memicu pergerakan tanah atau longsor akibatnya tanah menjadi 'jenuh'.
Kejenuhan tanah ini terjadi daya serapan air hujan oleh tanah yang
semakin berkurang. Jenis tanah di kawasan tersebut berupa tanah liat
(merah) dimana saat musim kemarau yang panjang akan membuat pori-pori
tanah atau rongga tanah kemudian karena panas kemarau akan terjadi
retakan. Saat musim hujan dengan curah hujan tinggi air hujan yang besar
akan masuk kedalam rongga-rongga sehingga terjadilah pergeseran
tanah/longsor. Gerakan lateral tanah (seluas hampir 4 Ha) yang keluar/terlepas dari lereng
itu akibat gaya pendorong yang lebih besar dari gaya penahan yang selama
ini dimiliki oleh tanah dengan bantuan akar-akar pohon sebagai penahan.
Pada kejadian di Ilangbatu ini terjadi jenis longsoran rotasi karena
terbentuk area cekung pada bagian tengah longsoran, ini yang membuat
rumah kepala desa tersebut roboh dalam sekejap dengan struktur bangunan
yang hancur total.
foto by. Miswar Rasyid
Kondisi hutan yang sudah gundul akibat
pembukaan lahan dengan tananam dengan kemampuan menyerap air hujan yang
rendah seperti cengkeh dan merica membuat struktur tanah semakin labil
karena jenis akar tanaman yang tidak saling mengikat. Pembuatan sawah
terasering dan kolam di lereng juga akan membuat air resapan yang
menimbulkan retakan dalam rongga tanah. Hal itu semakin memperbesar
potensi terjadinya longsor. Kondisi inilah yang terjadi di sekitar
lokasi kejadian di Desa Ilanbatu tesebut, dapat dilihat areal yang
dulunya hutan telah menjadi areal perkebunan cengkeh juga dengan
bertambahnya arel permukiman sehingga pembukaan lahan menjadi tak
terkontrol.
Dan sangat menyesal kondisi itu menyebabkan korban
jiwa 4 orang anak bersaudara yang tak lain anak kepala desa Ilanbatu,
sedih memang niat meningkatkan ekonomi harus dibayar dengan nyawa yang
melayang sekejap saja.
Longsor di kawasan hulu ini menyebabkan
material tanah yang terbawa arus air di Sungai Lamasi menyebabkan banjir
bandang sampai dikawasan hilirnya, DAS Lamasi yang mengaliri 23 desa di
6 kecamatan hampir seluruh kawasan DAS itu terkena banjir bandang,
hanya kec. Lamasi yang tidak terdampak serius.
Data sementara di posko induk BPBD Luwu berdasarkan assesment Satgas Gema Rekon Kab. Luwu bahwa bencana banjir bandang ini menyebabkan korban 4 jiwa, 5 rumah hanyut terbawa arus, 10 rusak sedang dan 992 rusak ringan (tergenang). Korban terdampak di 19 desa ini sebanyak 1.060 KK (4.207 Jiwa), saat ini masih 5 desa (sekita 5.000 Jiwa) yang terisolir kerena akses jalan masih tertutup material longsor. Bencana ini juga merusak beberapa infrastruktur dan lahan pertanian padi siap panen (500 Ha). Estimasi sementara perhitungan kerusakan dan kerugian ditaksir sebesar 22 M. Data dan nilai ini diperkirakan atan bertambah seiring assessment yang masih dilakukan dan pembukaan wilayah yang terisolir.
Hal
positif yang saat ini seolah jadi fenomena saat terjadi bencana yaitu
rasa kemanusiaan masyarakat yang semakin tinggi ditunjukkan dengan
banyaknya relawan yang terlibat dan aksi donasi bantuan yang terjadi
disepanjang lain dan di dunia maya (medsos) menyebabkan banjirnya
bantuan logistik yang disalurkan baik melalui posko resmi maupun
langsung kepada masyarakat terdampak.
Pemda Luwu dipimpin
langsung Bupati Luwu, Dr. H. Drs. Basmin Mattayang, M.Pd bersama jajarannya responsif
terhadap kejadian tersebut langsung mengerahkan personil BPBD, Tagana
dan relawan melakukan evakuasi korban malam harinya, juga mendirikan
posko Induk di Batustanduk. Proses evakuasi korban longsoran yang
ditemukan meninggal esok harinya juga dipimpin wakil bupati Syukur Bijak, SE
bersama jajaran Polres Luwu dan TNI- dipimpin kapolres dan Dandim-
bersama Basarnas, TRC BPBD (Luwu, Palopo dan Luwu Utara), Pemuda Pancasila, PSC 119, Apdesi Luwu, PMI, Tagana, Damkar, Baznas, ACT dan relawan Lainnya.
Penanganan
tanggap darurat yang saat ini dilakukan jajaran pemerintah daerah,
provinsi dan pusat serta dibantu semua pihak hanyalah jangka pendek
untuk evakuasi korban dan pemulihan psikis namun tak kalah penting dan
harus segera dipikirkan dan dikerjakan untuk penanganan jangka menengah
dan jangka panjang agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi sampai
menimbulkan korban jiwa.
Jangka menengah yang akan dilakukan
pemerintah yaitu tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dengan memperbaiki
permukiman dan infrastruktur yang rusak, rumah warga yang hanyut dan
rusak akan segera diperbaiki dengan bantuan perbaikan rumah juga
terhadap infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, tanggu penahan
tebing sungai perlu segera dibangun agar aktifitas warga kembali dapat
berjalan normal. Relokasi permukiman masyarakat yang berada di bantaran
sungai dan pada lereng gunung yang tidak layak hunian harus segera
dipindahkan untuk mencegah jatuhnya korban bila terjadi banjir bandang
lagi.
Tak kalah penting dan urgen yang segera dilakukan untuk
jangka panjang untuk pemulihan wilayah dan mitigasi pencegahan agar
kejadian serupa tidak terjadi lagi. Kerusakan hutan yang penyebab harus
segera dihentikan dengan kegiatan reboisasi mencegah pembukaan lahan
oleh masyarakat dan swasta. Sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat
akan pentingnya memelihara hutan dan kawasan hulu DAS akan memberikan
dampak dalam pencegahan kejadian bencana hidrologi seperti ini.
Penindakan hukum harus juga mulai dilaksanakan untuk memberikan efek
jera kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini sudah termuat
dalam banyak aturan lingkungan dan ketataruangan salah satunya UU
27/2006 tentang Penataan Ruang dan UU 24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana Alam. Aturan tersebut memang dibuat juga dalam rangkan
pencegahan dan mitigasi terhadap bencana alam yang kemungkinan bisa
terjadi.
Penanganan pasca kejadian sebagai evaluasi yang segera
dilaksanakan dan berkelanjutan pelan-pelan akan kembali memperbaiki
kondisi lingkungan yang rusak yang didukung dengan kebijakan pemerintah
daerah yang pro terhadap kelestarian lingkungan sehingga alam akan
kembali bersahabat dan respon rasa 'jenuh' tanah itu tidak muncul lagi.
Semoga...
Posko Induk BPBD Desa Batustanduk
6/10/2021
Kosmas Toding
Kabid Rehabilitasi & Rekosntruksi BPBD Luwu
Kereeen pak kabid
BalasHapusmohon ijin tulisannya kami copy pak
BalasHapus